Dendam yang Menghancurkan Diri Sendiri

Latest News and Events / 24 July 2019

Kalangan Sendiri

Dendam yang Menghancurkan Diri Sendiri

Lusiana Official Writer
4571

"19 Agustus tahun 2000 adalah hari yang paling bersejarah dalam hidupku sebagai perempuan, hari dimana aku merasakan sebuah kebahagiaan dalam melepas masa lajangku, aku menikah, aku mendapatkan seorang laki-laki yang sangat mencintaiku."

Setelah menikah dengan Anto suaminya, Ellen harus tinggal di rumah mertuanya di Malang. Kebahagiaan yang semula dirasakannya mulai memudar, hampir setiap hari ia bertengkar dengan ibu mertuanya. Ellen merasa tidak pernah bisa menjadi diri sendiri karena ibu mertuanya selalu mengatur dan mengomentari apapun yang dilakukan olehnya. Ellen mencoba menahan perasaan hatinya, namun karena sudah jengah Ellen mengadu pada suaminya, tapi suaminya malah cenderung membela ibunya karena kondisi mereka masih menumpang.

Ellen menyimpan rasa sakit hatinya sendiri, hingga akhirnya ia nekat mencari pekerjaan dan ia diterima di salah satu media besar di Jakarta. Semakin hari Ellen mendapatkan promosi jabatan dengan gaji yang sangat fantastis, sehingga ia dan suaminya bisa hidup mandiri terpisah dari mertuanya. Namun hubungan rumah tangganya malah semakin tidak harmonis, Ellen menjadi dominan dan angkuh karena memilki pekerjaan yang lebih baik dari suaminya. Rasa sakit hatinya membuat ia menjadi istri dan menantu yang semena-mena.

Suatu kali suaminya harus pulang ke Malang, Ellen merasakan perutnya sangat sakit sekali, ia mengira bahwa dirinya sedang hamil. Tapi rasa sakit itu tak kunjung hilang hingga ia memutuskan untuk ke rumah sakit memeriksakan kondisinya. Betapa terkejutnya Ellen saat mendengar diagnosa dokter bahwa ada tumor di perutnya dan harus segera di operasi.

“Saya sendirian dan saya merasa sangat terpukul. Saya terkena tumor rahim? Rasanya saya tidak percaya! Saya merasa tidak berdaya, saya merasa kalut, kalau saya mati bagaimana?” ucap Ellen.

Operasipun selesai dilakukan Ellen merasa seluruh badannya seperti lumpuh, bahkan untuk menganggkat gelas plastik saja ia tidak mampu. Pada saat itulah suaminya menguatkannya, dengan sabar suaminya mengurus Ellen, membuat ia sadar bahwa ia memiliki seorang suami yang sangat baik dan begitu mencintainya. Padahal sebelumnya Ellen sudah tidak pernah menganggapnya lagi karena kebencian yang mendalam yang disebabkan kecewa yang menumpuk dari kejadian di masa lalu.

“Saya bertobat, saya memeluk suami saya. Mencium tangannya walaupun saya lemah, saya meminta maaf. Kemarin-kemarin saya sombong dengan penghasilan saya yang besar, dengan posisi karir saya yang lebih bagus, saya tidak menghargai suami saya, saya tidak punya quality time dengan keluarga saya. Saya bersyukur Tuhan izinkan ini, meskipun rasanya sulit sekali, saya percaya Tuhan mau membentuk saya menjadi pribadi baru yang lebih baik.”

Tidak sampai disitu, saat mertuanya datang menjenguk dan meminta maaf, Ellen terharu dan tersadar. “Dari sakit itu saya menyadari, bahwa ternyata sakit tumor yang saya alami itu karena saya terlalu lama memendam luka batin yang hebat, saya terlalu lama marah terhadap mertua dan orang-orang di sekitar saya,” lanjut Ellen.

Mengampuni adalah seperti membebaskan ‘seseorang’ dari penjara. Dan ‘seseorang’ itu adalah diri kita sendiri.

Halaman :
1

Ikuti Kami